Pertanyaan:
Apabila ada seorang wanita melakukan jimak (bersenggama/bersetubuh), lalu setelah melakukannya keluarlah darah haid dari kemaluannya. Yang jadi pertanyaan adalah bagaimana mandi besarnya? Apakah mandi janabah dulu karena telah melakukan jimak? Atau mandinya berbarengan dengan selesainya darah haid?
Penanya: Raihan Syarofi Al Cer
Di http://www.facebook.com/groups/tawa.show/
Jawaban:
Cukup mandi satu kali saja setelah berhenti haidnya.
( قال الشافعي ) إذا أصابت المرأة جنابة ثم حاضت قبل أن تغتسل من الجنابة لم يكن عليها غسل الجنابة وهي حائض ; لأنها إنما تغتسل فتطهر بالغسل وهي لا تطهر بالغسل من الجنابة وهي حائض فإذا ذهب الحيض عنها أجزأها غسل واحد وكذلك لو احتلمت وهي حائض أجزأها غسل واحد لذلك كله ولم يكن عليها غسل وإن كثر احتلامها حتى تطهر من الحيض فتغتسل غسلا واحدا
Imam as-Syafi'i berkata; “Apabila seorang wanita mengalami janabah, kemudian ia didatangi haid padahal ia belum sempat mandi untuk jabanahnya tadi. ..... apabila haidnya telah hilang/tuntas, maka cukup baginya dengan sekali mandi saja. Begitu juga, jika ia bermimpi basah dalam masa2 haidnya, maka juga cukup baginya sekali mandi saja (setelah habis haidnya)” (Kitab al-Umm, karya imam Syafi'i, kitabuth-thoharoh, bab ma yujibu al-ghusla wa ma la yujibuhu).
Hukum yg sama berlaku jg bg seseorg yg janabah atau haid lalu mati, pdhl ia blm mandi untk janabah atau haidnya. Org ini cukup dimandikan skali saja. Ttg masalah ini bisa kita kaji di Al-Majmu' Syarh al-Muhadzdab kitabul-janaiz, babu-ghuslil mayyiti.
مذهبنا أن الجنب والحائض إذا ماتا غسلا غسلا واحدا ، وبه قال العلماء كافة إلا الحسن البصري فقال : يغسلان غسلين . قال ابن المنذر : لم يقل به غيره
“Menurut mazhab kami (yakni mazhab Syafiie); seorang yang junub atau haid, jika mereka berdua mati, maka cukup baginya dimandikan sekali saja. Begitulah pendapat semua ulama, kecuali Hasan al-Basri saja yang berpandangan org tsb wajib dimandikan dua kali. Imam Ibnu al-Munzir Berkata, tidak ada yang berpendapat begitu melainkan hanya dia (Hasan al-Bashri) seorang."
Post a Comment