Oleh: Yuyun Rumiwati
Ketaatan adalah buah iman. Ketaatan yang di dasarkan kepada Allah ﷻ sesuai dengan syariat yang ditetapkannya. Lalu bagaimana ketaatan kepada Ulil Amri atau pemimpin?
Dalam Qs. An-Nisa' ayat 59 Allah ﷻ berfirman,
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اَطِيْعُوا اللّٰهَ وَاَطِيْعُوا الرَّسُوْلَ وَاُولِى الْاَمْرِ مِنْكُمْۚ فَاِنْ تَنَازَعْتُمْ فِيْ شَيْءٍ فَرُدُّوْهُ اِلَى اللّٰهِ وَالرَّسُوْلِ اِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُوْنَ بِاللّٰهِ وَالْيَوْمِ الْاٰخِرِۗ ذٰلِكَ خَيْرٌ وَّاَحْسَنُ تَأْوِيْلًا ࣖ
Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah Rasul (Muhammad), dan Ulil Amri (pemegang kekuasaan) di antara kamu. Kemudian, jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah (Al-Qur'an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. (QS. An-Nisa' : 59)
Dari ayat itu akan kita temukan ketaatan kepada pada Allah dan Rasul-Nya adalah ketaatan mutlak ketaatan tanpa tapi dan nanti, sami'na wa atho'na (kami dengar dan taat).
Hal itu ditandai dari penggunaan kata "wa athi" berarti ketataannya bersifat mutlak.
Adapun ketaatan terhadap pemimpin tidak bersifat mutlak. Ketaatan rakyat dilakukan selama pemimpin tersebut memerintahkan kepada hal yang sejalan dengan perintah Allah dan rasul-Nya.
Sebaliknya, saat pemimpin memerintahkan pada sesuatu yang bertentangan dengan aturan-Nya tidak boleh kita menaatinya. Sebagaimana dalil "Laa tho'ati mahkluk" (tidak ada ketaatan kepada makhluk.
Miris memang saat kita melihat bagaimana kondisi sebuah negeri saat tidak diatur dengan aturan ilahi kebiasaan ketetapan dilakukan sekehendak dirinya.
Sebagaimana yang kita amati akhir-akhir ini yang terakhir ramai dibincangkan. Kebiasaan pemerintah menggunakan jasa pawang hujan, dalam beberapa moment.
Yang terbaru, yaitu aksi Rara yang melakukan ritual menahan hujan di ajang perlombaan balap motor. Pun sebelumnya aksi ritual kendi yang dilakukan presiden Jokowi di titik nol.
Terhadap sikap penguasa seperti di atas jelas, tidak ada ketaatan atas rakyat. Justru hal yang seharusnya dilakukan adalah mengingatkan.
Ketetapan penguasa itu penting untuk menyatukan. Maka bisa kita bayangkan andai keputusan dan kebijakan pemerintah justru banyak yang berbau mistik dan tidak masuk akal.
Memimpikan Pemimpin Ideal
Islam telah menggariskan seperangkat aturan nan Syamil dan Kamil termasuk pada fiqih kepemimpinan.
Kepemimpinan dalam Islam adalah amanah. Bukan ajang mencari teman dan penumpuk kekayaan.
Pemimpin dalam Islam pun akan dipandu oleh syariat Islam sebagai pegangan dalam memimpin negara. Karenanya pemimpin tidak perlu repot-repot dan menghabiskan biaya dalam meriayah rakyat.
Bagaimana kepemimpinan model ini terwujud? Beberapa hal yang butuh kita lakukan bersama:
- Pertama: Mengkaji secara menyeluruh (kaffah);
- Kedua: Kenali peta dakwah Rasulullah dalam shirah dalam mewujudkan perubahan yang hakiki nan syar'i;
- Ketiga: bersama-sama berdakwah untuk mendakwahkan Islam kepada umat bahwa Islsm kaffah dan Khilafah sebagai solusi negeri.
والله أعلمُ ﺑﺎ ﻟﺼﻮﺍﺏ
“dan Allah lebih tahu yang sebenar-benarnya”
Post a Comment