Oleh: Alfi Ummuarifah
Mari baca wasiat ini...
Dari seorang Ayah untuk anaknya
"Tidak lama lagi aku akan mati Tetapi aku tidak pernah menyesal karena telah meninggalkan calon penerus sepertimu.
Jadilah orang yang adil, shaleh dan penyayang.
Lindungilah seluruh rakyatmu tanpa membeda-bedakan, dan bekerjalah untuk menyebar agama Islam.
Karena ini adalah kewajiban semua raja di atas muka bumi, dahulukan perhatianmu kepada agama atas urusan yang apa pun.
Jangan berhenti untuk terus melakoninya. Jangan memilih orang yang tidak memperhatikan urusan agama… Tidak menjauhi dosa-dosa besar dan tenggelam dalam maksiat, jauhilah bid’ah yang merusak.
Jauhi orang yang mengajakmu melakukan bid’ah itu. Perluaslah negerimu dengan berjihad, dan jagalah jangan sampai harta Baitul Mal itu agar tidak dihambur-hamburkan.
Jangan mengambil harta seorang pun dari rakyatmu kecuali dengan aturan Islam. Berikan jaminan makanan bagi orang-orang lemah. Muliakanlah sebaik-baiknya orang-orang yang berhak.
Ketahuilah bahwa para ulama itu seperti kekuatan yang tersebar dalam tubuh negaramu. Maka muliakanlah kehormatan mereka dan motivasilah mereka (dengan yang kau miliki).
Jika engkau mendengar seorang ulama di negeri yang jauh, maka undanglah ia datang dan muliakanlah ia.
Wasapada dan hati-hatilah, jangan sampai engkau terlena dengan harta dan pasukan yang banyak.
Jangan sampai engkau menjauhi ulama syari’at.
Jangan sampai engkau cenderung melakukan amalan yang menyelisihi syari’at.
Agama adalah tujuan kita, hidayah adalah jalan hidup kita, dan dengan itulah kita akan menang.
Ambillah pelajaran ini dariku.
Aku datang ke negeri ini seperti seekor semut kecil. Lalu Allah memberiku semua nikmat yang besar ini.
Karenanya ikutilah jalan dan jejakku. Bekerjalah untuk meneguhkan agama ini dan muliakanlah para pengikutnya. Jangan menggunakan uang negara untuk kemewahan dan kesia-siaan atau menggunakan lebih dari yang seharusnya, karena itu adalah penyebab terbesar kebinasaan." (Muhammad Al-Fatih: Penakluk Konstantinopel, Syaikh Ramzi Al-Munyawi, Pustaka Al-Kautsar).
Demikianlah, setelah 31 tahun melalui pertempuran yang berkelanjutan dalam penaklukan, penguatan dan memakmurkan negerinya, sultan Muhammad Al-Fatih pun meninggal pada tanggal 4 Rabi’ul Awwal 886 H/3 Mei 1481 M di Askodra, di dalam tendanya diantara prajurit-prajuritnya.
Pada tahun itu ia sedang menyiapkan misi besar yang tidak diketahu tujuannya, karena ia memang selalu menjaga untuk tidak menyingkap strategi militernya bahkan kepada orang atau panglima terdekat sekalipun.
Tentang itu, ia pernah mengatakan saat ditanya suatu ketika: “Jika saja aku memberi tahu kepada salah satu lembar jenggotku, maka pasti aku akan mencabutnya.”
Inilah wasiat yang bermanfaat untuk orang yang ditinggalkan. Wasiat dari pemimpin mulia yang luar biasa dedikasinya untuk kejayaan islam. Pelaku bisyaroh Rasulullah ﷺ yang pertama. Bisyaroh yang kedua, kita nanti bersama.
Isi QS Al-Baqarah ayat 180 memerintahkan untuk kita menulis wasiat :
كُتِبَ عَلَيۡكُمۡ اِذَا حَضَرَ اَحَدَكُمُ الۡمَوۡتُ اِنۡ تَرَكَ خَيۡرَا ۖۚ اۨلۡوَصِيَّةُ لِلۡوَالِدَيۡنِ وَالۡاَقۡرَبِيۡنَ بِالۡمَعۡرُوۡفِۚ حَقًّا عَلَى الۡمُتَّقِيۡنَؕ
Diwajibkan atas kamu, apabila maut hendak menjemput seseorang di antara kamu, jika dia meninggalkan harta, berwasiat untuk kedua orang tua dan karib kerabat dengan cara yang baik, (sebagai) kewajiban bagi orang-orang yang bertakwa.
Diwajibkan atas kamu, wahai orang-orang yang beriman, apabila tanda-tanda maut atau kematian hendak menjemput seseorang di antara kamu seperti usia tua, rambut memutih, gigi rontok, kulit mengendur, jika dia meninggalkan harta yang banyak, maka hendaknya berwasiat dan memberi pesan yang disampaikan kepada orang lain untuk dilaksanakan setelah kamu meninggal dunia.
Kewajiban berwasiat itu sesungguhnya bagi orang-orang yang mempunyai harta, agar sesudah mati dapat disisihkan sebagian harta yang akan diberikan kepada ibu-bapak dan karib kerabatnya dengan baik (adil dan wajar).
Sesungguhnya Allah ﷻ telah memberikan kepada setiap orang haknya masing-masing, maka tidak ada wasiat bagi ahli waris (Riwayat Ahmad dan al-Baihaqi dari Abu Umamah al-Bahili).
Hadis ini walaupun tidak mutawatir, namun telah diterima baik oleh para ulama Islam semenjak dahulu.
Para ulama sependapat bahwa ayat-ayat harta waris tersebut diturunkan sesudah ayat wasiat ini.
Wasiat tidak bertentangan dengan ayat waris. Andaikata ada pertentangan antara ayat wasiat ini dengan ayat-ayat harta waris, maka dapat dikompromikan.
Jadi kalau harta itu sedikit, wasiat harta tidak pantas dan tidak wajar dikeluarkan.
Lihatlah Al fatih, wasiatnya bukanlah harta. Tapi nasihat. Ideologis pula. Seorang negarawan yang sholih. Kita, sudahkah berwasiat? Mengingat kematian kapanpun akan datang. Demikianlah para pemimpin terdahulu, mereka tidak meninggalkan wasiat, kecuali demi kemenangan islam dan kaum muslimin.
والله أعلمُ ﺑﺎ ﻟﺼﻮﺍﺏ
“dan Allah lebih tahu yang sebenar-benarnya”
Post a Comment