SAMA-SAMA MENYEKUTUKAN TUHAN


Oleh: Titin
Owner Angkringan Jahe Merah

Orang-orang musyrik Mekah bergembira ketika bangsa Romawi dapat dikalahkan oleh Persia. Apa sebab kegembiraannya? Dapat lah diketahui dari bangsa Persia beragama Majusi yang menyembah api, mereka menyekutukan Tuhan. Maka musyrikin Mekah bergembira karena punya teman yang sama menyekutukan Tuhan, yakni menyembah berhala. Oleh karena itu mereka merasa agamanya lebih dekat dengan bangsa Persia. Sedangkan bangsa Romawi, beragama Nasrani(ahli kitab). Kaum Muslimin lebih dekat ke bangsa Romawi karena sama-sama beragama Samawi.

Kekalahan bangsa Romawi ini terjadi sebelum beliau Baginda Nabi Muhammad ﷺ hijrah ke Madinah.

Sedangkan kegembiraan mereka adalah kesedihan bagi Nabi dan kaum Muslimin, karena sikap menentang kaum musyrik semakin bertambah. Orang-orang musyrik Mekah menganggap kemenangan bangsa Persia atas bangsa Romawi, sebagai kemenangan penganut politeisme. Mereka mencemooh kaum muslim, bahwa dalam waktu dekat mereka akan hancur, sebagaimana kehancuran bangsa Romawi yang menganut agama Nasrani.

Kemudian, firman Allah ﷻ turun untuknya:

غُلِبَتِ الرُّومُ
فِي أَدْنَى الْأَرْضِ وَهُمْ مِنْ بَعْدِ غَلَبِهِمْ سَيَغْلِبُونَ
Bangsa Romawi telah dikalahkan, di negeri yang terdekat dan mereka setelah kekalahannya itu akan menang, (Q.S. Ar-Rum: 2-3)

Subhanallah, ayat ini merupakan sebagian dari ayat-ayat yang memberitakan hal-hal gaib yang menunjukkan kemukjizatan Al-Qur’an. Sebab, faktanya cemoohan dan gorengan narasi orang musyrik Mekah tidak laku dan tak terbukti. Karena kekalahan itu tidak akan lama. Sejarah mencatat hanya sekitar tujuh atau delapan tahun kekalahan bangsa Romawi itu. Yang kemudian mereka berkecamuk perang lagi yang kedua kalinya.

Hingga pada tahun 622M, perang tersebut berakhir dan di menangkan oleh Romawi. Namun karena sulitnya media komunikasi waktu itu hingga setahun kemudian berita kemenangan ini baru sampai lah ke kota Mekah.

Hal yang perlu di diambil pelajaran dari peristiwa tersebut adalah bahwa ada hubungannya antara kemusyrikan dan kekafiran terhadap dakwah dan iman kepada Allah ﷻ.

kita dapat melihatnya pada waktu itu alat komunikasi tidak se-modern pada hari ini. Namun ada hal yang luar biasa, yang terhubung, yaitu hubungan batin dan keimanan yang kuat kepada Allah ﷻ, menjadikan faktor yang nyata sinar kemenangan Islam itu bagi muslim, utamanya untuk menyusun taktik dan strategi dalam berdakwah. Sekalipun sulit diramalkan oleh manusia tegaknya kemenangan Islam bagi mereka.

Titik balik kecerdasannya, hal ini akan mempunyai pengaruh yang besar bagi tiap jiwa Muslimin, akan kepercayaan yang mutlak kepada janji dan ketetapan Allah ﷻ ini. Yang menjadi underlinenya adalah keharusan untuk menggigit dan selalu menempelkannya ke jiwa-jiwa Muslimin. Tentang jiwa pengemban dan memperjuangkan Islam itu harus diutamakan. Dan harus diamalkan.

Nah seperti kemenangan kembali bangsa Romawi atas Persia ini akan menjadi contoh nyata. Bahwa keyakinan dan kekuatan akan pastinya ketetapan Allah ﷻ itu nyata. Dicontohkan sehebat ramalan manusia seperti apa, mereka musyrik, apalagi kekuatan kaum muslimin yang tak sebanding dengan kekuatan bangsa Persia saat itu, tetapi bisa mengalahkan Persia. Di sana tugas utama Muslimin jelas, membela Islam, berjihad sampai mempertaruhkan jiwa raganya akan tetapi kemenangan adalah ketetapan Allah ﷻ.

Hikmah selanjutnya muslimin harus mempunyai keyakinan, terjadinya suatu peristiwa itu adalah urusan Allah ﷻ. Tidak seorangpun yang dapat mencampurinya. Seperti contoh perang ini adalah merupakan peristiwa keseimbangan antara situasi dan keadaan. Muslimin hanya diwajibkan berusaha sekuat tenaga lalu selanjutnya berserah diri lah kepada Allah ﷻ tentang hasil usahanya itu.

Masih kurangkah bukti-bukti berita-berita kebenaran Al-Qur’an? Pada kasus peperangan tersebut? Agama samawi dimenangkan dari agama ciptaan manusia.

Fakta nyata yang disuguhkan dari sejarah tersebut, ternyata banyak yang tidak berfungsi dengan pola berfikir pada zaman se-canggih sekarang ini. Sekalipun title jabatannya tinggi dan tingkat IQ-nya tinggi bukan jaminan untuk bisa mengemban Islam secara kaffah. Padahal nash-nya sangat jelas ada tiga hukum lagi selain Al-Qur’an. Bahkan mereka banyak yang tidak percaya berita-berita Al-Qur’an.

Maka nampak zaman modern ini dengan zaman Jahiliyah dahulu ternyata memiliki kesamaan, namun saat ini Muslim itu sendiri justru tidak yakin dengan agamanya dan membuat drama baru pada perdebatan. Lebih baikkah debatnya ketimbang ketetapan Allah?

Mereka berusaha melakukan penyimpangan-penyimpangan untuk menolak secara halus, memelintir, memoderasi, Al-Qu’an contohnya seperti berita sistem pemerintahan Khilafah mereka menentangnya karena mereka merasa tidak sesuai dengan zaman milenial ini.

Saat ini apa bedanya tidak mempercayai Islam dan tuntunannya karena tuntutan zaman dan kedudukan dengan zaman dahulu ketika berdakwah kepada oreng kafir? Bukankah menolak Islam secara Kaffah adalah bentuk dari virus mematikan dalam menyekutukan Tuhan? Pada hakikatnya saat ini sama dengan dahulu tapi sedikit berbeda, kalau sekarang yang menentang adalah orang Muslim itu sendiri, sekalipun identitasnya peci dan berdahi hitam, namun tingkah dan perbuatannya sangat jauh dari islam. Semoga di segerakan perubahan zama ini menuju Islam Kaffah.

والله أعلمُ ﺑﺎ ﻟﺼﻮﺍﺏ
“dan Allah lebih tahu yang sebenar-benarnya”

Post a Comment

Previous Post Next Post

Iklan In-Feed (homepage)

" target="_blank">Responsive Advertisement