Oleh: Wina Fatiya
Kita tentu mampu membedakan antara siang dan malam, hitam dan putih, asin dan manis. Dua sifat yang kontradiktif ini adalah salah satu fitrah kehidupan di bumi sekaligus tanda kebesaran Allah ﷻ. Sebagaimana disebutkan dalam Qur'an surat Az Zariyat ayat 49:
وَمِنْ كُلِّ شَيْءٍ خَلَقْنَا زَوْجَيْنِ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ
Artinya: "Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat kebesaran Allah." (QS. Az Zariyat: 49).
Di dunia ini, Allah ﷻ menciptakan kebahagiaan dan kesengsaraan, petunjuk dan kesesatan, langit dan bumi, hitam dan putih, lautan dan daratan, gelap dan terang, hidup dan mati, surga dan neraka, dan sebagainya. Semua itu diciptakan berpasang-pasangan supaya manusia bisa mengambil pelajaran kemudian akan mendekatkan diri kepada Allah ﷻ.
Apa yang terjadi jika manusia tidak mampu membedakan antara gelap dan terang, antara jalan kebahagiaan dan kesengsaraan? Atau yang paling afdal bagaimana jika manusia tidak mampu membedakan mana yang benar (haq) dan salah (batil)?
Maka manusia akan porak-poranda kehidupannya, kacau dalam menjalani kehidupan. Pada akhirnya fitrah manusia akan tergerus dan karakteristik sebagai manusia akan terkikis. Untuk itulah manusia perlu informasi dari luar dirinya untuk membedakan mana yang benar dan mana yang salah.
Allah ﷻ dengan ilmu-Nya sangat memahami bahwa manusia memerlukan pembeda ini. Oleh karena itu, Allah ﷻ menurunkan Al-Qur'an sebagai pembeda (Al-Furqan). Sebagaimana disebutkan dalam Ayat:
مِنْ قَبْلُ هُدًى لِلنَّاسِ وَأَنْزَلَ الْفُرْقَانَ ۗ إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا بِآيَاتِ اللَّهِ لَهُمْ عَذَابٌ شَدِيدٌ ۗ وَاللَّهُ عَزِيزٌ ذُو انْتِقَامٍ
Artinya: "sebelum (Al Quran), menjadi petunjuk bagi manusia, dan Dia menurunkan Al Furqaan. Sesungguhnya orang-orang yang kafir terhadap ayat-ayat Allah akan memperoleh siksa yang berat; dan Allah Maha Perkasa lagi mempunyai balasan (siksa)." (QS. Ali-Imran ayat 4)
Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa'di dalam Tafsir as-Sa'di menjelaskan ayat di atas, bahwasanya Allah ﷻ menyempurnakan risalah dan menutupnya dengan nabi Muhammad dan kitabnya yang agung, yang dengannya Allah memberikan petunjuk-Nya pada makhluk dari kesesatan dan menyelamatkan mereka dari kebodohan, dan dengannya Allah memisahkan antara yang benar dan kebhatilan, kebahagiaan dan kesengsaraan, jalan yang lurus ke surga dan jalan ke neraka. (tafsirweb.com)
Al-Furqan dalam konteks ayat ini bermakna pembeda antara kebenaran (Haq) dan kesesatan (batil). Kata batil yang merupakan lawan dari kata al-haq di dalam Al-Qur’an terdapat sebanyak 26 kali.
Al-haq dalam bahasa Arab artinya adalah yang tetap dan tidak akan hilang atau tidak menyusut (semakin kecil). Sedangkan Al-bathil secara bahasa artinya ialah fasada wa saqatha hukmuhu (rusak dan gugur/tidak berlaku hukumnya).
Secara istilah, para ulama berpedoman kepada maknanya secara bahasa. Jadi, mereka menyebut al-haq dalam setiap uraian mereka sebagai segala sesuatu yang tetap dan wajib menurut ketentuan syariat. Al-bathil ialah semua yang tidak sah, tidak pula ada akibat hukumnya, sebagaimana halnya pada yang haq, yaitu tetap dan sah menurut syariat. (suaramuhammadiyah.id/2021/04/30)
Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasisyariah.com) menjelaskan bahwa kebenaran itu parameternya jelas, bukan bias. Jika kebenaran parameternya tidak jelas, tidak ada gunanya Allah menurunkan Al-Qur'an dan tidak ada gunanya pula bimbingan sunah Nabi ﷺ.
Definisi Al-haq begitu gamblang di dalam Al-Qur'an yaitu:
الْحَقُّ مِنْ رَبِّكَ ۖ فَلَا تَكُونَنَّ مِنَ الْمُمْتَرِينَ
Artinya: "Kebenaran itu adalah dari Tuhanmu, sebab itu jangan sekali-kali kamu termasuk orang-orang yang ragu" (QS. al-Baqarah ayat 147)
Jika kebenaran itu didefinisikan segala sesuatu yang bersumber dari Allah ﷻ, maka kebatilan itu adalah segala sesuatu yang tidak bersumber atau tidak berpedoman kepada Allah ﷻ. Artinya kebatilan itu adalah sesuatu yang berlawanan dengan wahyu Allah ﷻ.
Jika kita kaitkan dengan Al-Qur'an sebagai sumber hukum yang berisi perintah dan larangan, maka Al-haq itu adalah segala perintah Allah ﷻ, karena tidak mungkin Allah ﷻ menyuruh manusia melakukan sesuatu yang salah atau bertentangan dengan hukum alam.
Jadi Al-batil itu adalah segala larangan Allah ﷻ karena tidak mungkin Allah ﷻ melarang sesuatu yang baik. Pastilah Allah ﷻ melarang sesuatu yang buruk. Dan yang buruk itu pasti batil.
Dua hal ini yaitu Al-Haq dan Al-batil tidak boleh dicampuradukkan. Dalam kehidupan sehari-hari kita temukan orang-orang yang melakukan perintah ibadah tetapi maksiat jalan terus. Orang-orang seperti ini sudah pasti tidak menjadikan pemahaman Al-Qur'an itu sebagai pembeda amal.
Jadi sudah semestinya kita mendahulukan pilihan untuk meninggalkan larangan sembari terus melakukan segala kewajiban.
Jika hukum yang bersumber dari Allah ﷻ itu adalah hukum yang haq, sementara hukum yang tidak bersumber dari Allah ﷻ adalah yang bathil, maka individu, masyarakat dan negara yang melaksanakan hukum Allah ﷻ adalah pribadi, masyarakat, dan negara yang haq. Begitupun sebaliknya.
Oleh sebab itu supaya terbentuk pribadi masyarakat dan negara yang haq maka Al-Qur'an ini harus ditegakkan segala hukumnya. Selain sebagai sumber petunjuk yang sohih juga sebagai sumber pembeda yang akan menyelamatkan manusia dari kesalahan, kesengsaraan dan pengrusakan yang tidak diinginkan.
والله أعلمُ ﺑﺎ ﻟﺼﻮﺍﺏ
“dan Allah lebih tahu yang sebenar-benarnya”
Post a Comment