Ziarah Mengingatkan pada Kematian

BAGI sebagian kaum muslimin di Indonesia, ziarah kubur menjelang bulan suci Ramadan sudah
menjadi tradisi turun-temurun, terutama di harihari terakhir bulan Ruwah atau Sya’ban (Nyadran). Di daerah, ada pula yang menyemarakkan tradisi ini pada pengujung Ramadhan menjelang Idul Fitri, setelah salat Id, ada pula yang ramai pada hari Kamis atau Jumat, terlebih lagi pada haul (ulang tahun kematian) yang dengan prosesi ziarah dan doa bagi almarhum. Di Indonesia ada juga acara ziarah kubur dilakukan secara resmi yaitu dalam acara peringatan hari-hari besar nasional seperti peringatan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia, peringatan Hari Pahlawan, dan lainlain.

Makna ziarah kubur

Kata ’ziarah’ berasal dari bahasa Arab zara, yazuru, ziaratun, yang artinya berkunjung atau pergi menengok. Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Penerbit Balai Pustaka), kata ziarah diartikan dengan berkunjung ke tempat-tempat yang dianggap keramat atau mulia, makam, dan sebagainya. Sedangkan kata kubur ialah tempat pemakaman jenazah. Dari penjelasan di atas secara kongkret dapat dipahami bahwa ziarah kubur ialah berkunjung ke tempat pemakaman jenazah (orang yang sudah meninggal dunia).

Dalam riwayat, banyak hadits yang berkaitan dengan ziarah kubur di antaranya, Pertama, hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Abu Hurairah RA, dia berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda: ”Aku telah meminta izin agar Allah mengampuni dosa ibuku, namun Allah tidak mengizinkannya. Lalu aku minta izin agar dapat menziarahi makamnya. Allah mengizinkan. Maka berziarahlah kalian ke kuburan karena ziarah kubur dapat mengingatkan pada kematian”.

Kedua, dari Abu Hurairah dari ayahnya dia berkata, Rasulullah SAW bersabda: ”Aku pernah melarang kalian untuk berziarah kubur, dan kini Allah telah memberikan izin Muhammad untuk berziarah pada makam ibuku. Maka berziarahlah, karena yang demikian itu dapat mengingatkan kita pada hari akhirat”. (HR. At- Tirmizi) Ketiga, hadits riwayat Imam Muslim, Abu Daud Baihaqi dan Nasa’i, Rasulullah SAW bersabda: ”Dulu, aku telah melarang kalian berziarah kubur, maka sekarang berziarah kuburlah kalian. Karena sesungguhnya ia dapat mengingatkan kalian akan akhirat. Dan hendaklah ziarah kubur karena akan menambah kebaikan. Barangsiapa yang hendak ziarah kubur, maka hendaklah dia melakukannya dan janganlah kalian berkata dengan kata-kata yang bathil”.

Keempat, hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari shahabat Ibnu Mas’ud RAa Rasullah SAW bersabda: ”Dulu aku telah melarang kamu berziarah ke kubur, maka sekarang berziarahlah, karena ziarah kubur itu dapat berzuhud terhadap dunia dan dapat mengingatkan akan akhirat”.

Dari penjelasan hadits di atas (tentang ziarah kubur) Rasulullah SAW pernah melarang kepada kaum muslimin melakukan ziarah kubur, karena Nabi Muhammad SAW khawatir kepada orang-orang muslim akan mengultuskan arwah dan kuburan, sebagaimana yang dilakukan oleh orangorang Jahiliyah, Nasrani, dan Yahudi. Misalnya mereka berdoa kepada penghuni kubur, meminta pertolongan kepada selain Allah, meratapi penghuni kubur.

Inilah yang dikatakan Nabi dengan perkataan yang bathil. Adanya larangan Nabi tentang ziarah kubur kepada kaum muslimin ketika itu Nabi masih di Makkah saat itu orang-orang di sana baru memasuki masa-masa Islam, sedang masa kemusyrikan masih sangat dekat dengan mereka. Oleh karena itu melarangnya berziarah kubur dalam rangka menutup jalan menuju kemusyrikan.

Kemudian, setelah kaum muslimin menghayati dan mendalami ajaran tauhid yang benar serta larangan kepada syirik, kekhawatiran tersebut menjadi sirna dan ketika itu Nabi SAW memperbolehkan serta menganjurkan ziarah kubur.

Dalam riwayat lain diceritakan bahwa Rasulullah SAW pernah berziarah ke makam Pahlawan Uhud dan makam ahli Baqi’, beliau mengucapkan salam dan mendoakan kepada mereka yang artinya ”Semoga kesejahteraan tetap bagimu wahai penduduk kubur dari orang-orang mukmin dan orang-orang muslim. Insya Allah kami akan menyusul kamu. Kami mohon keselamatan kepada Allah SWT, untuk kami dan kamu”. (HR Muslim, Ahmad, dan Ibnu Majah)



Hukum Ziarah Kubur
Ziarah kubur dianjurkan Rasulullah SAW untuk mengambil pelajaran sekaligus mengingat kehidupan akhirat serta meningkatkan zuhud di dunia. Hakikat ziarah bukan meminta kepada batu nisan di kuburan atau penghuni kubur itu sendiri, melainkan kepada Allah SWT. Ziarah hanyalah media untuk melunakkan hati karena akan mudah ingat persoalan-persoalan ukhrawi (akhirat).

Ziarah kubur disunnahkan, terutama bagi laki-laki dan dimakruhkan bagi perempuan. Kecuali makam para Nabi dan Rasul, Ulama dan Aulia tidak memakruhkan bagi perempuan. Jika bagi laki-laki dan perempuan pergi ziarah ke kubur dengan meratapi penghuni kubur serta meminta kepada orang yang ada di dalam kubur, maka ziarah kubur mereka itu adalah diharamkan. (Fiqh, I’anah at-Thalibin, Jilid II, h. 142).

Ziarah kubur tidak mesti pada harihari tertentu seperti tradisi saat ini, tetapi kapan saja sesuai syarat Islam, yaitu berdoa kepada Allah dan mendekatkan diri kepada-Nya, mengambil iktibar dan pelajaran dari orang-orang yang sudah meninggal dunia, tidak berbuat syirik dan kebathilan serta bertambah nilai keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT setelah berziarah.


Hikmah Ziarah Kubur
Banyak hikmah yang dapat dipetik, di antaranya: Pertama, mengingat kematian dan alam akhirat. Semua amal yang diperbuat manusia tidak ada yang tertinggal masing-masing akan mendapat balasan sekalipun amal itu tidak terlihat oleh sesama manusia, tetapi Allah tetap mengetahui dan memperhitungkannya. Oleh karena sebelum ajal menjemput kita sebagai manusia seharusnya memperbanyak amal saleh, segera bertaubat kepada Allah dan mohon ampun atas segala kesalahan yang telah dilakukan selama hidup di dunia ini.

Kedua, untuk dapat berzuhud terhadap dunia, zuhud terhadap dunia yaitu meninggalkan kemewahan dunia untuk berbakti kepada Allah SWT. Artinya seorang jangan sampai berpikat hati dan pikirannya dengan tipu daya muslihat dunia, tetapi ia dapat menggunakan dan menyalurkan harta benda yang diperolehnya kepada jalan yang di ridhoi Allah SWT, bukan sebaliknya dengan harta yang dia peroleh bertambah bakhil dan tamak.

Ketiga, untuk dijadikan teladan dan pengajaran. Semua manusia pasti mengalami kematian yang waktunya tak dapat diketahui sebelumnya oleh siapa pun juga kecuali Allah SWT. Apabila telah datang ajal seseorang putuslah semua amalnya, artinya ia tidak dapat lagi merubah akan tingkah lakunya yang telah dikerjakan semasa hidupnya dan ia pun sudah tidak dapat untuk bertaubat kepada Allah SWT. Apa yang harus diperbuat sebelum ajal kita datang? Tidak lain kecuali memperbanyak amal saleh, semoga. Wallahu a’lamu bisshawab.

---------------------------------------------
Tulisan ini dipublikasikan di koran sore Wawasan pada Senin, 10 September 2007.

Post a Comment

Previous Post Next Post

Iklan In-Feed (homepage)

" target="_blank">Responsive Advertisement