Di
Madinah, pada tahun 57 H, lahirlah jabang bayi yang kemudian tumbuh menjadi
seorang ulama besar, seorang waliyullah. Ia adalah Habib Muhammad bin Ali
Zainal Abidin bin Husein bin Ali bin Abi Thalib, atau lebih dikenal dengan nama
Sayid Muhammad Al – Baqir. Ia putra Sayid Ali Zainal Abidin, ulama besar, sufi
dan waliyullah yang sangat terkenal, dan cucu Imam Ali bin Abi Thalib.
Tepatnya
ia lahir pada hari jum’at, 12 Safar 57 H / 657 M, sekitar tiga tahun sebelum
Imam Husein, cucu Rasulullah saw, gugur dalam tragedy perang saudara di padang
Karbala, Iraq. Ia mendapat gelar “Al-Baqir”, yang berarti membelah bumi, karena
kapasitas keilmuannya yang luar biasa, sehingga diibaratkan dapat membelah
bumi, mengeluarkan segala isinya yang berupa ilmu pengetahuan.
Beliau
juga dikenal sebagai ahli hadits, khususnya hadits-hadits yang diriwayatkan
dari Imam Hasan, Husein, Aisyah, Ummu Salamah, Ibnu Abbas, Ibnu Umar, Abu
Sa’id, Jabir, Samura bin Jundub, Abdullah bin Ja’far, Sa’id bin Musayyab, dan
para ulama terkemika lainnya. Tradisi periwayatan hadits ini dilanjutkan oleh
putranya, Ja’far Ash Shadiq, juga saudara-saudaranya yang lain.
Nama Al –
Baqir cukup mulya, karena Rasulullah saw pernah berpesan kepada salah seorang
sahabat, Jabir bin Abdullah Al – Anshari,
“sampaikan
salamku kepadanya.”
Ketika
Jabir bertemu Al – Baqir, ia pun menyampaikan salam Rasululah saw. Kemudian Al
– Baqir bertanya,
“Bagaimana
hal itu bisa terjadi?”
Lalu Jabir
menceritakan Rasulullah saw kepadanya:
“Wahai
Jabir, hampir tiba masa lahirnya putra cucu Husein. Namanya mirip namaku, ia
gemar menuntut ilmu. Jika engkau melihatnya, sampaikan salamku kepadanya.”
Sangat
dermawan, ramah, dan suka bersilaturrahmi, ia sering berkata, “ Tiada
kesenangan dunia, kecuali menyambung tali persaudaraan dan persahabatan.”
Bukan
hanya itu, ia juga gemar memberi hadiah berupa makanan dan pakaian yang sangat
bagus kepada saudara-saudara dan kawan-kawannya, serta orang-orang kurang
mampu. Hal itu ia lakukan sejak ia masih kecil.
Kepribadian
dan reputasinya yang luar biasa dikenal secara luas, suatu hari Kholifah Hisyam
bin Abdul Malik masuk kedalam masjidil Haram, Lalu Salim pengawalnya, menunjuk
Al-Baqir sambil berkata kepada sang kholifah, “wahai Amirul Mukminin, lelaki
ini adalah Sayid Muhammad Al-Baqir. Banyak penduduk Iraq yang terpesona oleh
kepribadiannya.” Maka, kata Amirul Mukminin, “Tanyakan kepadanya, apa yang
dimakan dan diminum oleh manusia sampai setelah diputuskannya urusan mereka di
hari kiamat?” Mendengar pertanyaan itu, Al-Baqir menjawab, “ Kelak segenap
manusia di atas daratan yang bersih, dengan sungai-sungai yang mengalir. Mereka
makan dan minum sampai selesainya proses perhitungan amal-amal mereka.”
Kholifah Hisyam senang mendengar jawaban itu. Al-Baqir juga dikenal sangat
mencintai Kholifah Abu Bakar Ash Shiddiq.
“Siapa
yang tidak mengucapkan Ash- Shiddiq dibelakang nama Abu Bakar, Allah swt tidak
akan membenarkan ucapannya.” Katanya.
Selain itu
ia juga sangat mengagumi Kholifah Umar bin Khattab.
“Sesungguhnya
aku berlepas diri dari orang yang membenci Abu Bakar Ash Shiddiq dan Umar bin
Khattab. Seandainya berkuasa, aku akan mendekatkan diri kepada Allah dengan
menumpahkan darah orang-orang yang membenci mereka. Demi Allah, sesungguhnya
aku mencintai mereka dan senantiasa memohonkan ampun mereka. Tidak seorangpun
dari ahli baitku, kecuali ia mencintai mereka.”
Sebagai
waliyullah, Al-Baqir banyak mewariskan ujaran-ujaran tasawuf. Beberapa
diantaranya, misalnya :
“Tidaklah
hati seseorang dimasuki unsur sifat sombong, kecuali akalnya akan berkurang
sebanyak unsur kesombongan yang masuk atau bahkan lebih.”
“Sesungguhnya
petir dapat menyambar seorang mukmin atau bukan, tetapi tak akan menyambar
orang yang berzikir.”
“Tak ada
ibadah yang lebih utama daripada menjaga perut dan kemaluan.”
“Seburuk-buruknya
seorang teman ialah yang hanya menemanimu ketika kamu kaya dan meninggalkanmu
ketika kamu miskin.”
“Kenalkanlah
rasa kasih sayang dalam hati saudaramu dengan cara memperkenalkannya terlebih
dahulu didalam hatimu.”
Suatu hari
beliau berkata kepada salah seorang putranya:
“Wahai
putraku, hindarilah sifat malas dan bosan, karena keduanya kunci keburukan.
Sesungguhnya jika engkau malas, tidak akan banyak melaksanakan kewajiban. Jika
engkau bosan, tak akan tahan dalam menunaikan kewjiban.”
Salah satu
kata mutiaranya yang sangat terkenal ialah :
“Jika
engkau menginginkan suatu kenikmatan dapat terus engkau nikmati, perbanyaklah
mensyukurinya. Jika engkau merasa rezeki lambat datang, perbanyaklah Istighfar.
Jika engkau ditimpa kesedihan, perbanyaklah membaca LA HAULA WA LA QUWWATA ILLA
BILLAH. Jika engkau takut, ucapkanlah HASBUNALLAH WA NI’MAL WAKIIL. Jika engkau
kagum terhadap sesuatu, ucapkanlah MASYA ALLAH, LA QUWWATA ILLA BILLAH. Jika
engkau dikhianati, bacalah WA UFAWWIDU AMRII ILALLAH, INNALLAHA BASHIRUN BIL
‘IBAAD. Jika engkau ditimpa kesumpekan, ucapkanlah LA ILAAHA ILLA ANTA
SUBHANAKA INNII KUNTU MINADZ DZAALIMIIN.”
Selama
hidupnya, sejak masa muda hingga wafat, Al – Baqir selalu Istiqomah menunaikan
shalat sunah sebanyak 150 rakaat. Sayid Muhammad Al-Baqir wafat di Madinah pada
tahun 117 H / 697 M ( dalam riwayat lain, 114 H / 694 M atau 118 H / 698 M )
dan di makamkan di makam Baqi’, tepatnya di kubah Al-Abbas disamping
ayahandanya.
Berdasarkan
ijma' Bukhari dan Muslim putera Muhammad al-Baqir,empat orang yaitu:
1. Ja'far
al-Shodiq
2.
Abdullah
3. Ibrahim
4.
Keduanya (2 dan 3) meninggal di waktu kecil
5. Zaid (
tidak mempunyai keturunan)
6. Ali
7.
Abdullah
Keturunan
Muhammad al-Baqir hanya melalui Ja'far al-Shadiq. Maka orang yang mengaku
bernasab kepada Muhammad al-Baqir tanpa melalui Ja'far al-Shadiq adalah seorang
pendusta.
(Dikutip
dari Majalah Al Kisah No.03/Tahun IV/30 Jan-12 febr 2006)
Sumber :
Post a Comment