Pada suatu hari, sayangnya, penulis tidak ingat persis tanggal,
bulan dan tahunnya, Abuya sayyid Muhammad Bin Alawy Al-Maliki Al-Hasani berniat
berziyaroh kepada kakek beliau baginda Rasulullah di Madinah, Namun beliau
bingung mengenai cara dan kapan waktu yang tepat untuk melaksanakan niatnya
tersebut.
Sebab, semua urusan beliau biasanya di laksanakan setelah
melalui istikharah atau mendapat isyarah (petunjuk dari Rasulullah atau para
Auliya’ pendahulu beliau).
Di tengah-tengah kebingungannya itu, pada suatu malam, tiba-tiba
ada seorang tamu mengetuk pintu asrama kami di ar-Rushaifah. Ketika itu, Abuya
sudah meninggalkan majlis ta’limnya, karena waktu sudah agak malam. Kebetulan
penulis ketika itu berada di dekat pintu.
Setelah pintu di buka, ternyata tamu tersebut adalah orang arab
bergamis putih dan memakai gutrah di kepalanya layaknya orang arab saudi. Ia
datang menyerahkan sebuah amplop surat yang alamatnya di tujukan kepada Abuya.
Di malam itu penulis mendapatkan banyak surat dan amanat yang semuanya di
tujukan kepada beliau.
Seperti biasa setelah melakukan shubuh berjamaah dan wirid
bersama, penulis segera melaporkan dan menyerahkan semua surat dan amanat
kepada beliau (Abuya Sayyid Muhammad al-Maliki ) dan biasanya Abuya membaca
surat di tempat atau memerintahkan muridnya untuk membacakannya kepada beliau
jika isinya tidak bersifat rahasia.
Dari sekian banyak surat, ada satu surat yang membuat Abuya
takjub bercampur haru. Pengirim surat itu adalah seorang saudagar tajir dari
kota jeddah. Di dalam surat itu, ia mengisahkan bahwa dirinya bermimpi
Rasulullah.
Begini kisah selengkapnya: Suatu saat, saudagar itu di landa
kebingungan. Pasalnya, ia memiliki banyak harta yang sudah di belanjakan untuk
kebutuhan hidupnya, tetapi masih tersisa beberapa Ribu Reyal.
Di saat itulah ia menjadi bingung hendak di kemanakan sisa uang
tersebut. Tak lama kemudian ia tertidur. Di dalamnya tidurnya dia bermimpi
bertemu denga Rasulullah yang memerintahkannya untuk sisa uang itu kepada Abuya
sayyid Al-Maliki.
Di dalam mimpi itu, Rasulullah berkata kepadanya: Hai Fulan!
Uangmu yang masih tersisa belikan mobil yang memuat 50 orang, lalu berikan
mobil itu kepada anakku Sayyid Muhammad al-Maliki Mekkah. Ia ingin berziyaroh
kepadaku bersama murid-muridnya tetapi tidak memiliki kendaraan.”
Saudara itupun terbangun dan langsung mengirimkan surat itu
kepada Abuya, memang benar, saat itu Abuya sedang kebingungan mencari mobil
agak besar yang sekiranya memuat lebih banyak penumpang, sementara mobil yang
sudah ada tidak memadai.
Dan Subhanallah semua urusan mobil, mulai dari STNK dan
lain-lainnya dapat di selesaikan pada hari itu juga, sehingga Abuya bersama
murid-muridnya dapat berangkat ke Madinah al-Munawwaroh di hari itu juga untuk
berziyaroh kepada kakek beliau baginda Rasulullah.
Berhubung saat itu tidak di jumpai mobil yang memuat 50 orang,
maka saudara itu menghadiahi beliau dua mobil, yang satu bus mini dan satunya
lagi Nissan, mobil yang besar itu kemudian oleh Abuya di beri nama Al-Busyro
yang artinya sesuatu yang menggembirakan sedangkan yang kecil di beri nama
Al-Karimah yang artinya yang mulia.
Penulis: murid beliau, Habib Musthofa Husain al-Jufri.
Post a Comment