Perang Dimulai
Pagi 10 Muharram, setelah Shalat Shubuh, Imam Husayn membagi
pasukan kecilny menjadi 3 bagian. Pasukan kanan dipimpin oleh Zuhayr ibn Qayn
dan Habib ibn Muzahir, pria berusia 70 tahun di bagian kiri. Dan adik tirinya,
'Abbas ibn 'Ali di bagian tengah bersama Ahlul Bayt dan Imam Husayn.
Semua tentara Imam Husayn berjumlah 72 yang terbagi 32
pasukan berkuda dan 40 tentara pejalan kaki. Imam Husayn masih meminta kepada tentara
Umayyah untuk kembali ke jalan Allah dan Rasul-Nya. Khutbahnya begitu memikat,
hingga Hurr ibn Yazid dan beberapa orang lainnya masuk ke dalam tentara Imam
Husayn.
Pertempuran di Karbala yang bermula sejak fajar itu
berlangsung terus sampai petang. Pasukan kecil yang dipimpin oleh Alhusain r.a.
makin habis. Ketika habis Asar tinggal 3 orang yang masih mampu memberikan
perlawanan.
Dan ketika sinar matahari sudah mulai melembut menjelang
rembang petang, akhirnya tinggal Alhusain r.a. sendiri yang terus melakukan
perlawanan. Seorang dikerubuti oleh tidak kurang dari 3.000 orang.
Ketika melihat bahwa dari rombongan Alhusain r.a. tinggal
seorang, yaitu Alhusain r.a. sendiri, maka pasukan Ubaidillah ibn Ziyad yang
sudah kerasukan setan tiba-tiba seperti ragu-ragu.
Tetapi Alhusain r.a. tidak memperdulikan sikap musuhnya itu.
Dengan pedang di tangan yang sudah penuh berlumuran darah, baju yang sudah
lusuh, berdebu dan koyak-koyak serta muka hitam mengkilat karena keringat dan
debu, Alhusain r.a. terus melakukan penyerangan. Siapa saja yang ada di
hadapannya, pasukan pejalan kaki atau berkuda diserangnya.
Bagaikan seekor harimau yang sudah luka disertai teriakan
membesarkan nama Allah s.w.t., ia mengibaskan pedangnya ke kanan dan ke kiri,
ke depan dan ke belakang. Rawe-rawe rantas, malang-malang putung.
Tak seorang pun di antara tentara Kufah yang beribu
jumlahnya itu berani menyerbu dan mendekati. Mereka mencoba menghindar dan dari
jarak agak jauh baru mereka melepaskan anak-anak panah. Petang itu medan
Karbala seolah-olah kejatuhan hujan. Tetapi bukan hujan air.
Yang dihujani adalah tubuh Alhusain r.a. seorang diri dan
yang menghujani adalah anak-anak panah yang berdesing lepas dari busur-busur
orang-orang Kufah itu. Demikian hebat anak panah menghujani tubuh cucu Rasul
Allah s.a.w., sehingga orang yang menyaksikan peristiwa tersebut melihat
Alhusain r.a. seolah-olah berselubung kulit landak.
Matahari makin condong ke barat, udara makin menyejuk.
Tetapi hati Alhusain r.a. semakin panas dan juga darah panas mengalir dari
luka-lukanya.
Bagaimanapun hebat syaitan telah menyelusup ke dalam tubuh
orang-orang Kufah itu, rupanya ada juga sebetik ketakutan di hati kecil mereka
menghadapi turunan langsung Rasul Allah s.a.w. itu.
Mereka dihinggapi kebimbangan untuk menjadi pembunuh
Alhusain r.a.. Dalam keadaan yang berlarut-larut inilah kemudian seorang
bernama Syammar dzil Jausyan, seorang pembenci ahlul-bait khususnya Alhusain
r.a. akhirnya tidak dapat mengekang nafsu haus-darahnya.
Ia makin panas melihat
Alhusain r.a. tidak juga sudi menyerah, sedangkan kawan-kawannya ragu-ragu
untuk memberikan “tembakan akhir” untuk mematikan Alhusain r.a. Dengan suara
lantang ia kemudian berseru:
“Hayo, apa kalian! Kepung dan seranglah dengan serentak
dia!”
Hujan anak panah makin menghebat. Kuda tunggangan Alhusain
r.a. akhirnya tak dapat bertahan lagi dan jatuh tertelungkup dengan
mengeluarkan ringkikan maut yang mengerikan.
Tanpa memperdulikan kejatuhan
kudanya, Alhusain r.a. kemudian tegak berdiri terus melanjutkan perlawanannya.
Sekarang bukan lagi anak panah, tetapi tebasan pedang dan tusukan tombak
bertubi-tubi menyerangnya dari segala jurusan.
Darah membasahi seluruh tubuhnya. Jubah yang dikenakannya
sudah berubah warna merah kecoklat-coklatan. Sehari ia bertempur tiada
hentinya.
Suatu dorongan ajaib rupanya telah membuat ia tidak kenal lelah dan
tak ingat haus. Tetapi, bagaimanapun juga batas kekuatannya tidak bisa
terlewati lagi.
Sepucuk anak panah beracun tiba-tiba menancap dalam tubuhnya
tepat mengenai jantungnya. Pertama kali orang mendengar ia mengeluarkan erangan
kesakitan.
Masih sempat ia memegang anak panah yang menancap itu dan dengan
sisa tenaga yang masih ada ia mencabut anak panah tersebut sambil mengeluarkan
suara mengerang, karena darah telah memenuhi kerongkongannya:
“Oh, Tuhanku, ya Ilahi, engkau tahu mereka telah membunuh
putera nabi-Mu…, dan di dunia ini tiada putera nabi lain daripada aku…”
Anak panah itu tercabut juga diikuti oleh darah yang menyembur.
Badannya terasa
makin lemah dan lesu. Akhirnya Alhusain r.a., putera Sitti Fatimah Azzahra,
cucu Rasul Allah s.a.w. itu roboh mencium bumi Karbala yang sudah disirami oleh
darah banyak ahlul-bait dan putera-putera Bani Hasyim.
Gugurlah cucu Rasul Allah s.a.w, itu setelah melakukan
perlawanan mati-matian sampai pada detik yang terakhir. Suasana tiba-tiba
hening.
Burung-burung gagak pemakan mayat yang berterbangan di atas medan
pertempuran Karbala dengan mengeluarkan suara-suara bergaok yang mengerikan.
Juga anggota-anggota pasukan Umar bin Saad yang semula hiruk pikuk tiba-tiba
berhenti berteriak-teriak dan menyaksikan rubuhnya putera Rasul Allah s.a.w.
itu.
Tetapi peristiwa yang mencekam itu tidak berlangsung lama.
Syammar bin Dzil Jausyan yang sangat membenci ahlul bait itu segera berteriak:
“Hayo! Mengapa kalian melongo saja? Hayo habiskan jiwanya!”
Perintah nya ini segera menyadarkan anak buahnya yang tengah terpukau itu.
Seorang
yang bernama Zar’ah bin Syarik tiba-tiba maju dan menebaskan pedangnya. ke arah
pundak Alhusain r.a. yang sebelah kiri hingga tercerai dari badannya. Alhusain
r.a. yang sudah tidak berdaya makin bermandikan darah yang masih hangat.
Melihat itu Syammar ibnu Dzil Jausyan kemudian datang
mendekati tubuh Alhsain r.a. yang sudah tergeletak tak berdaya itu. Pedang yang
ada di tangannya kemudian diangkat tinggi-tinggi dan dengan kuat diayunkannya
ke leher Alhusain r.a. yang tertelungkup di tanah.
Sekali tebas terpisahlah
kepala dari tubuh. Tanpa ragu-ragu segera dipegangnya rambut Alhusain r.a. dan
diangkatnya kepala itu tinggi-tinggi.
Dengan lagak kemenangan dan sinar mata yang mencerminkan
jiwa kesetanan, kepala itu kemudian dibawanya menuju ke tempat komandan
pasukan, yaitu Umar bin Saad.
Ribuan pasang mata prajurit Kufah mengikuti
peristiwa mengerikan ini. Sampai di dekat Umar bin Saad. Syammar kemudian
menyerahkan kepala Alhusain r.a. Komandan pasukan Kufah menerimanya untuk
“dipersembahkannya” kepada Ubaidillah bin Ziyad di Kufah.
Bersambung . . . . . . . .
Post a Comment