Oleh: Yati Azim
"Masa sih? Kok bisa?" Ketika seseorang menjelaskan tentang efek maksiat. Tapi, betul juga sih. Apa yang dijelaskan beliau itu pernah juga menghampiri, ya merasakan hal yang seperti itu.
"Maksiat itu, apapun bentuknya. Apakah menipu, berbohong, riba, pacaran, berkelahi, gosip dan lain sebagainya. Maksiat itu akan menarik nikmat sholat, sholat terasa hampa, ujungnya tak bisa khusyuk lagi, eh jika sudah gak khusyuk maunya terburu-buru aja, pokoknya kayak sekedar setoran aja gitu. Nah, jika sudah begitu, lama-lama kita akan mudah aja meninggalkan sholat. Merasa enteng jika tidak sholat. Nah, ini bahaya sekali. Iya sih mungkin tidak merugikan orang lain, tapi yang jelas kita sendiri yang rugi."
Kebayang pas lihat orang saat sholat, mereka ringan aja. Enjoy. Sujudnya saja lama. Dan terkadang air matanya akan mengalir dengan begitu derasnya. Entah apa yang mereka rasa dalam sholat. Apakah begitu nikmat hingga air mata pun dengan begitu mudah keluar. Hubungan bagaimana yang telah terjalin antara ia dengan Allah ﷻ?
Jleb. Ya, merenung hakikat hidup sering membuat seseorang akhirnya bertaubat dari maksiat. Ia mencari nikmat takwa dengan cara yang begitu serius. Merubah cara pandang dan sikap sehingga telaga kehidupan mampu menjadi penyejuk. Inilah fitrah manusia sesungguhnya.
MasyaAllah, kalau saja hubungi seorang hamba kepada Allah ﷻ begitu jelas. Tentunya mereka telah memiliki aqidah yang sempurna, lurus. Prinsip ini telah mengakar kuat. Tak ragu, apa lagi bimbingan. Sebab, keraguan itu sesungguhnya jalan yang harus kita tinggalkan. Dan keraguan itu datangnya dari syaitan.
Ketika dulu saat kita di bangku sekolah, saat pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI), tentu kita sudah semakin memahami rukun Iman yang pertama ini. Sebab pelajaran mengenai aspek meyakinkan akan mendorong seseorang untuk semakin mantap dalam perkara apapun. Iapun mantap meninggalkan maksiat.
Ya, Ia tak ragu dan bimbang. Bahwa urgensi kehadiran Sang Pencipta itu harus ada. Sebab, tak mungkin ada langit dan bumi tanpa ada yang menciptakan. Tak mungkin kita ada di dunia ini dan bisa muncul dengan sendirinya tanpa ada yang menciptakan. Tiba-tiba?! Impossible.
Ya. Tentu Sang Pencipta itu wajib ada. Sebab segala ciptaan-Nya bisa kita faktai. Sunatullah. Maka kemudian, kita selalu memompa aqidah ini agar tak bisa terombang-ambing bak buih di lautan.
إِنَّنِي أَنَا اللَّهُ لَا إِلَٰهَ إِلَّا أَنَا فَاعْبُدْنِي وَأَقِمِ الصَّلَاةَ لِذِكْرِي
"Sungguh, Aku ini Allah, tidak ada tuhan selain Aku, maka sembahlah Aku dan laksanakanlah salat untuk mengingat Aku." (Surat Ta Ha Ayat 14)
والله أعلمُ ﺑﺎ ﻟﺼﻮﺍﺏ
“dan Allah lebih tahu yang sebenar-benarnya”
Post a Comment