Oleh: Alfi Ummuarifah
Tahukah engkau sahabat? Saat kapan kita memerangi Allah dan Rasul-Nya? Itulah saat begitu jumawanya seorang hamba mengajak berperang sang majikan yang telah menciptakannya. Harus aku katakan meskipun itu pahit.
Qulil haqqo wa law kaana murran.
Jika engkau belum mengetahuinya. Mari kuberitahukan kepadamu. Saat kita mengumumkan perang itu adalah saat kita bertransaksi dengan riba. Saat kita memperoleh barang-barang kebutuhan kita dengan cara riba.
Allah ﷻ telah melarangnya secara jelas dalam surat Al-Baqarah ini. Bahkan saat dimana seseorang sudah taubat dan ingin berhenti dari riba, saat itu tetap ada ketentuannya. Kita disuruh untuk tidak membayar bunganya. Namun kita hanya membayar pokoknya dan kita boleh meminta apa yang sudah kita bayarkan pada pihak pengutang saat kita mengembalikan barang yang kita beli dengan cara riba.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَذَرُوا مَا بَقِيَ مِنَ الرِّبَا إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. (QS. Al-Baqarah Ayat 278)
Dalam surat Al-Baqarah ayat 279 berisi ancaman dari tuhan kita, pencipta kita untuk tidak mengambil sisa riba. Sebab sisa riba itu bukan milik kita. Allah ﷻ mengancam secara tegas akan mengambil sisa riba yang bukan milik kita.
Dalam ayat sebelumnya kita ditegaskan untuk mengambil pokoknya saja. Jika tidak bisa relakanlah sebagai kompensasi yang harus kita bayar atas kesalahan kita.
Mari kita perhatikan dengan seksama QS. Al-Baqarah ayat 279 berikut ini :
فَإِنْ لَمْ تَفْعَلُوا فَأْذَنُوا بِحَرْبٍ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ ۖ وَإِنْ تُبْتُمْ فَلَكُمْ رُءُوسُ أَمْوَالِكُمْ لَا تَظْلِمُونَ وَلَا تُظْلَمُونَ
Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya. (QS. Al-Baqarah Ayat 279)
Ayat ini merupakan penegasan yang terakhir kepada pemakan riba. Nadanya pun sudah bersifat ancaman keras dan dihadapkan kepada orang yang telah mengetahui hukum riba, tetapi mereka masih terus melakukannya. Ini berarti bahwa mereka yang tidak mengindahkan perintah Allah ﷻ, disamakan dengan orang yang memerangi agama Allah ﷻ. Mereka akan diperangi Allah dan Rasul-Nya.
"Diperangi Allah", maksudnya bahwa Allah ﷻ akan menimpakan azab yang pedih kepada mereka di dunia dan di akhirat. "Diperangi rasul-Nya" ialah para rasul telah memerangi pemakan riba di zamannya.
Jika pelaku riba menghentikan perbuatannya, dengan mengikuti perintah-perintah Allah ﷻ dan menghentikan larangan-larangan-Nya, mereka boleh menerima kembali pokok modal mereka, tanpa dikurangi sedikit pun juga.
Menurut riwayat Ibnu Jarir, ayat 278 dan 279 ini diturunkan berhubungan dengan kesepakatan Abbas bin Abdul Muttalib dengan seseorang dari Bani Mugirah. Mereka sepakat pada zaman Arab jahiliah untuk meminjamkan uang yang disertai bunga kepada orang dari golongan Saqif dari Bani 'Amar yaitu 'Amar bin Umair. Setelah Islam datang mereka masih mempunyai sisa riba yang besar dan mereka ingin menagihnya. Maka turunlah ayat ini.
Menurut riwayat Ibnu Juraij, Bani Saqif telah mengadakan perjanjian damai dengan Nabi Muhammad ﷺ, dengan dasar bahwa riba yang mereka berikan kepada orang lain dan riba yang mereka terima dihapuskan.
Setelah penaklukan kota Mekah, Rasulullah ﷺ mengangkat 'Attab bin Asid sebagai gubernur. Bani 'Amr bin Umair bin 'Auf meminjami Mugirah uang dengan jalan riba, demikian pula sebaliknya.
Maka tatkala datang Islam, Bani 'Amr yang mempunyai harta riba yang banyak itu, menemui Mugirah dan meminta harta itu kembali bersama bunganya. Mugirah enggan membayar riba itu. Setelah Islam datang, hal itu diajukan kepada gubernur 'Attab bin Asid. 'Attab mengirim surat kepada Rasulullah ﷺ.
Maka turunlah ayat ini. Rasulullah ﷺ menyampaikan surat itu kepada 'Attab, yang isinya antara lain membenarkan sikap Mugirah. Jika Bani 'Amr mau menerima, itulah yang baik, jika mereka menolak berarti mereka menentang Allah dan Rasul-Nya.
Berdasarkan peristiwa dan ayat di atas. Allah ﷻ mengajarkan kita untuk bersegera bertaubat. Meninggalkan sisa riba dan boleh mengambil pokok harta milik kita jika bisa. Seorang hamba itu mesti bertaubat agar urusan berlepas dari riba itu dimudahkan oleh Allah ﷻ. Sebab Allahlah pemilik hati mereka yang bertransaksi riba dengan kita.
Pesan terakhir, jangan umumkan perang dengan Allah ﷻ jika kita belum terlanjur. Sabarlah memperoleh rizki Allah ﷻ itu. Hilangkan persepsi, tidak punya barang jika tidak riba.
Sebab itu sangat mengerikan. Saat dimana genderang perang kepada Allah ﷻ kita tabuh sendiri. Naudzu billah min dzaalik.
والله أعلمُ ﺑﺎ ﻟﺼﻮﺍﺏ
“dan Allah lebih tahu yang sebenar-benarnya”
Post a Comment